Ini adalah kelanjutan dari potingan saya yang sebelumnya. Berikut ini dalah nama-nama kerajaan hindhu-budha di Indonesia :
Kerajaan
Tarumanegara
Sejarah tertua yang
berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan adalah pada masa
Kerajaan Tarumanegara. Untuk mengendalikan banjir dan usaha pertanian yang
diduga di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman menggali sungai maka
raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada brahmana. Berkat sungai itulah
penduduk Tarumanegara menjadi makmur.
Siapakah Raja Purnawarman itu?
Purnawarman adalah raja terkenal dari
Tarumanegara. Perlu kamu pahami bahwa setelah Kerajaan ini terletak tidak jauh
dari pantai utara Jawa bagian barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang
ditemukan pusat Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai
Citarum dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma
mungkin berkaitan dengan kata "tarum" yang artinya nila. Kata "tarum" dipakai
sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga
letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungai Citarum,. Kemudian bedasarkan
Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya da di daerah Bekasi.
Sumber sejarah Tarumanegara yang utama adalah
beberapa prasasti yang telah ditentikan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan
Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu
berhuruf pallawa dan berbahasa sansekerta.
Prasasti itu adalah:
Prasasti
Tugu
Inspirasi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini
ditemukan di Kampung batutumbuh, Desa Tugu, dekat Tanjungpriuk, Jakarta. Ditulis
dalam lima baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Inspirasi
tersebut isinya sebagai berikut:
"Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah
digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni
Raja Purnawarman), untuk mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di
istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang MUlia Raja
Purnawarman yang terkilauan-kilauan karna kepandaian dan kebijaksanaannya serta
menjadi panji-panji segala raja, (makna sekarang) beliau memerintahkan pula
mmenggali kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, setelah kali itu
mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Sang
Purnawarman). pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tnaggal delapan paruh
gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh tengah bulan Caitra, jadi
hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur(11 km).
Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor
sapi"
Prasasti
Ciaruteun
Prasasti ini ditemukan di kampung Muara, Desa
Ciaruteun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu
Inskripsi A yang dipahatkan dalam empat baris tulisan beraksara pallawa dan
bahasa sanskerta, dan Inskripsi B yang tediri dari satu baris tulisan yang belum
dapat dibaca denga jelas. Inspirasi ini disertai pula gambar sepasang telapak
kaki. Inskripsi A isinya sebagai berikut:
"Ini "Berkas" dua kaki, yang sseperti kaki Dewa
Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negri Taruma, raja yang
gagah berani di dunia"
Beberapa sarjana telah berusaha membaca
inskripsi B, namun hasilnya belum memuaskan. Inskripsi B ini dibaca oleh J.L.A
Brandes sebagai Cri Tji Aroe? Eun waca (Cri Ciaruteun wasa), sedangkan H. Kern
membacanya Purnavarmma-padam yang berarti "telapak kaki Purmawarman".
Prasasti Kebon
Kopi
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa
Ciaruetun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasatinya dipahatkan dalam satu baris
yang diapit oleh dua bauh pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai
berikut:
"Disini tampak tampak sepasang telapak
kaki....
yang seperti (telapak kaki) Airawata, gajah
penguasa Taruma (yang) agung dalam....
dan (?) kejayaan".
Prasasti Muara
Cianten
terletak dimuara Kali Cianten, Kampung Muara,
Desa Ciarteun Hilir, CIbungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum dapat dibaca.
Inskripsi ini dipahatkan dalam bentuk "aksara" yang menyerupai selur-seluran,
dan oleh para ahli sisebut aksara ikal.
Prasasti Jambu
(Pasir Koleangkak)
Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak,
Desa parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris
tulisan dengan aksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagai
berikut:
"Gajah, mengagumkan dan jujur terhadap
tugasnya, adalah pimpinan manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri
Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju
zirahna yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang
telapak kakinya, yang senangtiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para
pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya.
Prasasti
Cidanghiang (Lebak)
teletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak,
Munjul, Banten Selatan. Dituliskan dalam dua baris tulisan beraksara pallawa dan
bahasa sansekerta.. Isinya sebagai berikut:
"Inilah "tanda" keperwiraan, keagungan, dan
keberanian yang sesungguhnya dari raja Dunia, Yang Mulia Purnawarman, yang
menjadi panji sekalian raja-raja".
Prasasti Pasir
Awi
Inskripsi ini terdapat di dalam sebuah bukit
bernama Pasir Awi, di kawasan perbukitan Desa Sukamakmur, jonggol, Bogor,
Inskripsi prasasti ini tidak dapat dibaca karna inskripsi ini lebih berupa
gambar (piktograf) dari pada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat sepasang
telapak kaki.
Pemerintahan Dan
Kehidupan Masyarakat
Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada
abad ke-5 M. Raja yang sangat terkenal adalah Purnawarman. Ia di kenal sebagai
raja yang gagah berani dan tegas. Ia juga dekat dengan para brahmana, pangeran,
dan rakyat. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya cukup
luas sampai kedaerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan
dengan kerajaan lain, misalnya dengan Cina.
Dalam kehidupan agama, sebagian besar
masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikt yang teragama Budha dan
masih ada mempertahankan agama nenek moyang (animisme). berdasarkan berita dari
Fa-Hein, di To-lo-mo (Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu,
agama, Budha dan kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu. sebagai bukti,
pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa
Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T'ang terjadi
hubungan perdagangan dengan jawa. Barang-barang yang diperdagangkan adalah kulit
penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah, dituliskan juga bahwa pemeluk
daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.
Rakyat Tarumanagara hidup aman dan tentram.
pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Disamping itu, perdagangan juga
berkembang. kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan
India.
Untuk memajukan bidang pertanian, raja
memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang
6112 tumbak (11 km). saluran itu disebut denga Sungai Gomati. Saluran itu selain
berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir.
Sejarah Kerajaan
Majapahit
Setelah
Singhasari jatuh, berdirilah Kerajaan Majapahit
yang berpusat di Jawa Timur, antara abad ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan
ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Kertarajasa Jayawaddhana (Raden Wijaya).
Ia mempunyai tugas untuk melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu sudah
hampir runtuh. Saat itu dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa
Madura, Raden Wijaya membuka hutan di wilayah yang disebut dalam kitab Pararaton
sebagai hutannya orang Trik. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil
dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba,
Raden Wijaya bersekutu degan paasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik
menyerang pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali
pasukannya.
Pada masa pemerintahan Raden Wijaya mengalami
pemberontakan yyang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung
perjuangan dalam mendirikan Majapahit. Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan
oleh putranya Jayanegara. Jayanegara dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana
dan lebih suka bersenang-senang. Kondisi itulah yang menyebabkan
pembantu-pembantunya melakukan pemberontakan.
Di antara pemberontakan tersebut, yang dianggap
paling berbahaya adalah pemberontak Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil
menduduki ibu kota negara. Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di
bawah perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada kemudian
menyusun startegi dan berhasil menghancurkan pasukan Kuti. Atas jasa-jasanya,
Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan (1319-1321) dan Patih Kediri
(1322-1330).
Kerajaan Majapahit penuh dengan intrik politik
dari dalam kerajaan itu sendiri. Kondisi yang sama juga terjadi menjelang
keruntuhan Majapahit. Masa pemerintahan Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani
adalah pembentuk kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Pada
masa Hayam Wuruk itulah Majapahit berada di puncak kejayaan. Hayam Wuruk disebut
juga Rajasanegara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai Zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit
sangat luas, bahkan melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh
karna itu, Muhammad yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional
kedua di Indonesia. Seluruh kepulauan di Indoneisa berada dibawah kekuasaan
Majapahit. hal ini memang tidak dapat dilepaskan dan kegigihan Gajah
Mada.
Sumpah Palapa, ternyata benar-benar
dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh beberapa
tokoh, misalnya Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana
nala Majapahit membentuk angkatan laut yang sangat kaut. Tugas utamanya adalah
mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di berbagai bidang.
Menurut Kakawin Nagarakertagama puluh XIII-XV, daerah
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
Kepulauan Nusatenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagaian
kepulauan Pilipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Cempaka, Kamboja,
Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.
Kerajaan Mataram
Kuno
Pada pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian
tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama
Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya
belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan
terletak di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas.
Keberadaan lokasi kerajaan itu dapat diterangkan berada di sekeliling
pegunungan, dan sungai-sungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu,
Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu; di sebelah
timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut
Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada. misalnya sungai
Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara
Kedu sampai sekitar
Prambanan.Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram
Kuno dapat digunakan sumber yang berupa Prasasti. Ada beberapa prasasti yang
berkaitan dengan Kerajaan Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti
Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti balitung. Di samping
beberapa pprasasti tersebut, sember sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno juga
berasal dari berita Cina.
Perkembangan
Pemerintahan
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di
jawa sudah berkuasa seorang raja bernama Sanna. Menurut prasasti Canggal yang
berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh
Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.
Dalam prasasti Sojometro yang ditemukan di Desa
Sojometro, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa
(Hindu). Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal dari Sriwijaya dan menurunkan
Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam hal ini Dapunta
Sailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di
Jawa.
Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno
pada tahun 717-780 M. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan
penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri.
Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai
tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas gunung Wukir
(Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya
dalam menaklukknan raja-raja lain.
Raja Sanjaya bersikap Arif, adil dalam
memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat
kepada rajanya. Oleh karna itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan
menjadi aman dan tentram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting adalah
pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham
akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk memajukan
lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja
kecil disekitarannya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.
Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh
putranya bernama Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan
agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang berrangka tahun 778, Raja Panangkaran
telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk
Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan
tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa Raja
Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai
Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah
timur.
Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang
gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. ia juga
disebut sebagai permata dari Dinasti Sailendra.
Agama Buddha Mahayana itu berkembang pesat. Ia
juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan
dan arca Manjusri.
Setelah kkekuasaan Penangkaran berakhir, timbul
persoalan dalam keluarga Syailendra, karna adanya perpecahan antara anggota
keluarga yang sudah memeluk agama Hindu (Syiwa). Hal ini menimbulkan perpecahan
di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh
tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa di
bagiian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama
Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan. Keluarga Syailendra yang beragama
Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian utara. Misalnya,
candi-candi Kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan Kompleks Candi
Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti Candi
Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Sementara yang beragama Buddha meninggalkan
candi-candi seperti Candi Ngawen, Mendut, Pawon dan Borobudur.
Candi Borobudur diperkirakan mulai di bangun
oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman
Pramudawardani dan Pikatan.
Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak
berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan
perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan Pramudawardani,
putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu,
Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.
Sejarah Kerajaan
Kutai
Bicara tentang perkembangan Kerajaan Kutai,
tidak akan lepas dari sosok Raja Mulawarman, Anda perlu memahami keberadaan
kerjaan Kutai, karna Kerajaan Kutai ini dipandang sebagai kerajaan Hindhu-Budha
yang petama di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan terletak di daerah
Muarakaman di tepi SungaiMahakam, Kalimantan Timur.
Sungai Mahakam merupakan sungai yang cukup
besar dan memiliki beberapa anak sungai, Daerah di sekitar tempat pertemuan
antara Sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak
Muarakaman dahulu. Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke
Muarakaman, sehingga baik untk perdagangan. Inilah posisi yang sangat
menguntungkan untuk meningkatkan perekonmian masyarkat. Sungguh Tuhan Yang Maha
Esa menciptakan alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu kaya dan
strategis. Hal ini perlu kita syukuri.
untuk memahami perkembangan Kerajaan Kutai itu,
tentu memerlukan sumber sejarah yang dapat menjelaskannya. Sumbe sejarah Kutai
yang utama adalah prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa batu bertulis. Yupa
juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini dikeluarkan pada masa
pemerintahan Raja MUlawarman. Prasasti yupa ditulis dengan huruf pallawa dan
bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para ahli berpendapat bahwa
yupa dibuat sekitar abad ke-5 M.
Hal menarik dalam prasasti itu adalah
disebutkannya nama kakek Mulawarman yang bernama Kudungga. Kudungga berarti
penguasa lokal yang setelah terkena pengaruh Hindu-Buddha daerahnya berubah
menjadi kerajaan. Walaupun sudah mendapat pengaruh Hindu-Budha namanya tetap
Kudungga berada dengan putranya yang bernama Aswawarman. Oleh karna itu yang
terkenal sebagai wamsakarta adalah Aswawarman. Coba pelajaran apa yang dapat
kita peroleh dari persoalan nama di dalam datu keluarga Kudungga itu?
Satu di antara yupa itu memberi informasi
penting tentang silsilah Raja Wulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga mempunyai
putra bernama Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan seperti Dewa Ansuman (Dewa
Matahari). Aswawarman mempunyai tiga anak, tetapi yang terkenal adalah
Mulawarman. Raja Wulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Dia
pemeluk agama Hindu siswa yang setia. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Ia
juga dikenal sebagai raja yang sangat dekat dengan kaum brahmana dan rakyat.
Raja Wulawarman sangat dermawan. Ia mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu
untuk para brahmana. Oleh karna itu, sebagai rasa terimakasih dan peringatan
mengenai ucapan kurban, para brahmana mendirikan sebuah yupa.
Zaman Keemasan
Pemeritahan Mulawarman
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai
mengalami zaman keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai
terletak di tepi sungai, sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selai itu,
mereka banyak melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan
dagang dengan luar. Jalur perdagangan Internasional dari India melewati selat
Makassar, lalu ke Filipina dan sampai di Cina. Dalam pelayaran di mungkinkan
para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai
semakin ramai dan rakyat hidup makmur.
satu dari antara yupa di Kerajaan Kutai berisi
keterangan yang artinya "Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah
memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api,
(bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara".
Kerajaan Tulang
Bawang
Dari sumber-sumber kerajaan Cina, kerajaan awal
yang terletak di derah lampung adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang
Bawang. berita Cina tertua yang berkenaan dengan derah Lampung berasal dari abad
ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan
Kaisar Liu Sung (420-479). Kitab ini diantaranya mengemukakan bahwa pada
tahun499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat
bernama P'u-huang atau P'o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke
negri Cina.
Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan
bahwa Kerajaan P'o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang
diperdagangkan ke Cina. Hubungan diplomatik dan pedagang antara P;o-huang dan
Cina berlangsung terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti
halnya dua kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan
Kan-t'o-li.
T'o-lang-p'p-huang
Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu
kitab T'ai-p'ing-huang-yu-chi yang ditulis pada tahun 976-983 M, disebutkan
sebuah kerajaan bernama T'o-lang-p'p-huang yang oleh G.Ferrand disarankan untuk
didefintikasikan dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah pantai tenggara
Pulau Sumatera, diselatan sungai Palembang (Sungai Musi).
L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T'o-lang
P'o-huang tersebut terletak di tepi pantai seperti dikemukakan didalam
Wu-pei-chih, "petunjuk pelayaran". Namun, disamping itu Damais kemudian
memebrikan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P'o-huang atau
"Bawang" itu dengan sebuah nama tempat bernama Bawang (Umbul Bawang) yang
sekarang terletak didaerah Lampung Barat, yaitu di daerah Kecamatan Balik Bukit
di sebelah utara Liwah. Tidak Jauh dari desa Bawang ini, yaitu di desa Hanakau,
sejak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi yang di pahatka pada sebuah
batu tegak, dan tidak jauh dari tempat tersebut dalam waktu beberapa tahun
terakhir ini masih ditemukan pula tiga bauh inskripsi batu yang lainnya.
Kerajaan
Singhasari
Raja-Raja yang
Memerintah Singhasari
Ken Arok (1222 -
1227 M)
Setelah berakhirnya
Kerajaan Kediri, kemudian berkembang Kerajaan
Singhasari. Pusat Kerajaan Singhasari kira-kira terletak di dekat kota malang,
Jawa Timur, Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil
sebagai raja, walaupun ia berasal dari kalangan rakyat biasa. Menutur kitab
Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang petani dari Desa Pangkur, di sebelah
timur Gunung Kawi, daerah Malang. Ibunya bernama Ken Endok.
Diceritakan, bahwa pada waktu masih bayi, Ken
Arok diletakan oleh ibunya di sebuah makam. Bayi ini kemudian ditemukan oleh
seorang pencuri, bernama Lembong. Akibat dari didikan dan lingkungan keluarga
pencuri, maka Ken Arok tumbuh menjadi seorang penjahat yang sering menjadi
buronan pemerintah Kerajaan Kediri. Suatu ketika Ken Arok mengatakan ingin
menjadi orang baik-baik. kemudian dengan perantaraan Lohgawe, Ken Arok diabdikan
kepada seorang Akuwu (bupati) Tumapel, bernama Tunggul Ametung.
Setelah beberapa lama mengabdi di Tumapel, Ken
Arok mempunyai keinginan untuk memperistri Ken Dedes, yang sudah menjadi istri
Tunggul Ametung. Kemudian timbul niat buruk dari Ken Arok untuk membunuh tunggul
Ametung agar Ken Dedes dapat diperistri olehnya. Ternyata benar, tunggul Ametung
dapat dibunuh oleh Ken Arok dengan keris Empu Gandring. Setelah tunggul Ametung
terbunuh, Ken Arok menggantikan sebagai penguasa di Tumapel dan memperistri Ken
Dedes. Pada waktu diperistri Ken Arok, Ken Dedes Sudah mengandung tiga bulan,
hasil perkawinan dengan tunggul Ametung.
Pada waktu itu Tumapel hanyalah daerah bawahan
Raja Kertajaya dari Kediri, Ken Arok ingin menjadi raja, maka ia merencanakan
menyerang kediri. Pada tahun 1222 M Ken Arokn atas dukungan para pendeta
melakukan serangan ke kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan oleh Ken Arok
dalam pertempurannya di Ganter, dekat Pujon, Malang. Setelah Kediri berhasil
ditaklukkan, maka sekuruh wilayah Kediri dipersatukan dengan tumapel dan
lahirlah Kerajaan Singasari.
Setelah berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok
tampil sebagai raja pertama. Ken Arok sebagai raja bergelar Sri Ranggah Rajasa
Sang Amurwabumi. ken Arok memerintah selam lima tahun. Pada tahun 1227 M Ken
Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atau pesuruh dan Batil, atas perintah
Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Jenazah Ken
Arok dicandikan di Kangenengan dalam bangunan perpaduan Syiwa-Buddha. Ken Arok
meninggalkan beberapa putra. Bersama ken Umang. Ken Arok memiliki empat putra,
yaitu Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Bersama Ken
Dedes, Ken Arok mempunyai putra bernama Mahesa Wongateleng.
Anusapati
Tahun 1227 M Anusapati naik takhta Kerajaan
Singhasari. Ia memerinyah selama 21 tahun. Akan tetapi, ia belum banyak berbuat
untuk pembangunan kerajaan.
Lambat laut berita tentang pembunuhan Ken Arok
sampai pula kepada Tohjoyo (putra Ken Arok). Oleh karena ia mengetahui pembunuh
ayahnya adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin membalas dendam, yaitu membunuh
Anusapati. Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati memiliki kesukaan menyambung ayam
maka ia mengajak Anusapati untuk meyambung ayam. Pada saat menyambung ayam,
Tohjoyo berhasil membunuh Anusapati. Anusapati dicandikan di Candi Kidal dekat
Kota Malang sekarang. Anusapati meninggalkan seorang putra bernama
Ronggowuni.
Tohjoyo (1248
M)
Setelah berhasil membunuh Anusapati, Tohjoyo
naik Takhta. Masa pemerintahannya sangat singkat, Ranggowuni ynag merasa berhak
atas takhta kerajaan, menuntut takhta kepada Tohjoyo. Ranggowuni dalam hal ini
dibantu oleh Mahesa Cempaka, putra dari mahesa Wongateleng. Menghadapai tuntutan
ini, maka Tohjoyo mnegirim pasukannya ke bawah Lembu Ampal untk melawan
Ronggowuni. Kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Tohjoyo dengan pengikut
Ronggowuni. Dalam pertempuran tersebut Lembu Ampal berbalik memihak Ronggowuni.
Serangan pengikut Ronggowuni semakin kuat dan berhasil menduduki istana
Singhasari. Tohjoyo berhasil meloloskan diri dan akhirnya meninggal di daerah
katang Lumbang akibat luka-luka yang dideritanya.
Ronggowuni (1248 -
1268 M)
Ronggowuni naik takhta Kerajaan Singhasari
tahun 1248 M. Ronggowuni bergelar Sri Jaya Wisnuwardana. Dalam memerintah ia
didampingi oleh Mahesa Cempaka yang berkedudukan sebagai Ratu Anggabaya. Mahesa
Cempaka bergelar Narasimhamurti. Di samping itu, pada tahun 1254 M Wisnuwardana
juga mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda atau
Tuwaraja. Pada saat itu Kertanegara masih sangat muda.
Singhasari dibawah pemerintahan Ronggowuni dan
Mahesa Cempaka hidup dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan
bertani dan berdagang. Kehidupan rakyat juga mulai terjamin. Raja memerintahkan
untuk membangun benteng pertahanan di Canggu Lor.
Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia dan
dicandikan di dua tempat, yaitu sebagai Syiwa di Waleri dan sebagai Buddha
Amogapasa di Jajagu. Jajagu kemudian dikenal dengan Candi Jago. Bentuk Candi
Jago sangat menarik, yaitu kaki candi bertingkat tiga dan tersusun
berundak-undak. reliefnya datar dan gambar orangnya menyerupai wayang kulit di
Bali. Tokoh satria selalu diikuti dengan punakawan. Tidak lama kemudian Mahesa
Cempaka pun meninggal dunia. Ia dicandikan di Kumeper dan Candi Kucir.
Kertanegara (1268 -
1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara naik takhta
menggantikan Ronggowuni. Ia bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal di Singhasari. Ia bercita-cita,
Singhasari menjadi kerajaan besar. Untuk mewujudkan cita-citanya, maka
Kertanegara melakukan bernagai usaha.
Perluasan Daerah
Singhasari
Keertanegara meninggalkan wilayah Singhasari
hingga meliputi seluruh Nusantara. Beberapa daerah berhasil dilakukan, misalnya
Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda, Dan Pahang. Penguasa daerah-daerah
di luar Jawa yang merupakan pelaksanaan politik luar negri bertujuan untuk
mengimbangi pengaruh Kubilai dari Cina. Pada tahun 1275 M Raja Kertanegara
mengirimkan Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Mahesa Anabrang (Kebo
Anabrang). Sasaran dari Ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi,
untuk menguasainya harus melalui daerah sekitarnya termasuk bersahabat dan
menanamkan pengaruh Singhasari di Melayu. Sebagai tanda persahabatan,
Kertanegara menghadiahkan patung Amogapasa kepada penguasa Melayu. Ekspedisi
Pamalayu diharapkan akan menggoyahkan
Sriwijaya.
Dalam rangka memperkuat politik luar negaranya,
Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di luat kepulauan
Indonesia. Misalnya dengan Raja Jayasingawarman III dan Kerajaan Cempaka. Bahkan
Raja Jayasingawarman III memperistri salah seorang saudara perempuan dari
Kertanegara.
Kertanegara memandang Cina sebagai Saingan.
Berkali-kali utusan Kaisar Cina memaksa Kertanegara agar mengakui kekuasaan
Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada tahun 1289 M datang utusan
Cina yang di pimpin oleh Mengki. Kertanegara marah, Mengki disakiti dan disuruh
kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat marah Kaisar Cina yang bernama Kubilai
Khan. Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara.
Perkembangan
Politik dan Pemerintahan
Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan
teratur, Kertanegara telah membentuk badan-bandan pelaksana. Raja sebagai
penguasa tertinggi. Kemudian raja mengangkat tim penasihat yang terdiri atas
Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan rakryan i Halu. Untuk membantu raja dalam
pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang terdiri
atas Rakryan Mapatih, Rakryan Demung dan Rakryan Kanuruhan. Selain itu, ada
pegawai-pegawai rendahan.
Untuk menciptaka stabilitas politik dalam
negri, Kertanegara melakukan penataan di lingkungan para pejabat. Orang-orang
yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara diganti. Sebagai contoh, Patih
Raganata (Kebo Arema) diganti oleh Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke
Madura, menjadi Bupati Sumenep dengan nama Arya Wiraraja.
Kehidupan
Agama
Pada masa pemerintahan Kertanegara, agama Hindu
maupun Buddha berkembang dengan baik. Bahkan terjadi Sinkretisme antara agam
Hindu dan Buddha, mejadi bentuk Syiwa-Buddha. Sebagai contoh, berkembangnya
aliran Tantrayana. Kertanegara sendiri menganut aliran tantrayana.
Usaha untuk memperluas wilayah dan mencari
dukungan dari berbagai daerah terus dilaukukan oleh Kertanegara. Banyak pasukan
Singhasari yang dikirim ke berbagai daerah. Antara lain pasukan yang dikirm ke
tanah Melayu. Oleh karna itu, kekuatan ibu kota kerajaan berkurang. keadaan ini
diketahui oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap kekuasan Kertanegara.
Pihak yang tidak senang itu antara lain Jayakatwang, penguasa Kediri. Ia
berusaha menjatuhkan kekuasaan Kertanegara.
Saat yang dinantikan oleh Jayakatwang ternyat
telah tiba. Istana Kerajaan Singhasari dalam keadaan lemah. Pasukan kerajaan
hanya tersisa sebagian kecil. Pada saat itu, Kertanegara sedang melakukan
upacara keagamaan dengan pesta pora, sehingga Kertanegara benar-benar lengah.
Tiba-tiba, Jayakatwang menyerbu istana Kertanegara. Serangan Jayakatwang dibagi
menjadi dua arah. Sebagian kecil pasukan Kediri menyerang dari arah utara untuk
memancing pasukan Singhasari keluar dari pusat kerajaan. Sementara itu induk
pasukan kediri bergerak dan menyerang dari arah selatan. Untuk menghadapi
serangan Jayaketwang,
Kertanegara mengirim pasukan yang ada di bawah
pim[inan Raden Wijaya dan Pangeran Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang
dan menantu dari Kertanegara. Pasukan Kediri yang datang dari arah utara dapat
dikalahkan oleh pasukan Raden Wijaya akan tetapi, pasukan inti dengan leluasa
mesuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 1292 M.raden Wijaya dan pengikutnya kemudian meloloskan
diri setelah mengetahui istana kerajaan duhancurkan oleh pasukan Kediri.
Sedangkan Ardaraja membalik dan bergabung dengan pasukan Kediri.
jenazah Kertanegara kemudian dicandikan di dua
tempat, yaitu di Candi Jawi di Pandaan dan di Candi Singosari, di daerah
Singosari, Malang.
Sebagai raja yang besar, nama Kertanegara
diabadikan di berbagai tempat. Bahkan di Surabaya ada sebuah arca Kertanegara
yang menyerupai bentuk arca Buuddha. Arca Kertanegara itu dinamakan arca Joko
Dolok. Dengan terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah Kerajaan
Singhasari.
Sejarah Kerajaan
Buleleng
Menurut berita Cina di sebelah timur
Kerajaan
Kalingga ada daerah
Po-li atau
Dwa-pa-tan yang
dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di
Dwa-pa-tan sama dengan
kebiasaan orang-orang Kalingga. Misalnya, penduduk biasa menulisi
daun
lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi daun emas dan ke
dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan harum. Kemudian
mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
Buleleng
Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai
terkenal setelah periode
Kerajaan Majapahit. Pada waktu di jawa
berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan.
Misalnya Gelgel, Klungkung, dan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah
zaman penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat
Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah
berkembang. Pada masa perkembangan kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng
diperkirankan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai
dengan letaknya yanga ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat
perdagangan laut. Hasil dari pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat
menuju Buleleng.
Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil
pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau
diperdagangkan ke pulau lain (daerah sebrang). Perdagangan dengan daerah
seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang
diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibbuktikan dengan adanya kata-kata
pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065
M.
Kata-kata yang dimaksud berbunyi, "mengkana ya
hana banyaaga sakeng sabrangjong bahitra, rumunduk i manasa..."
Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang
yang datang dengan jukung bahitra berlabuh di manasa..."
Sistem Perdagangan ada yang menggunakan sistem
barter, ada yang sudah dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal
beberapa jenis alat tukar (uang). misalnya ma,
su dan piling.
Dengan perkembangan perdagangan laut antar
pulau di zaman kuno secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang
penting bagi pekembangan kerajaan-kerajaan di Bali misalnya pada masa Kerajaan
Dinasti Warmadewa.
Sejarah Kerajaan
Sriwijaya
Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dengan
dagang antara, India dengan Kepulauan Indonnesia sudah ramai. Daerah pantai
timur Sumatra menjadi jalur perdagangan yang ramai di kunjungi para pedagang.
Kemudian, muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembnag menjadi pusat kerajaan.
Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar abad ke-7, antara
lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu , yang
kemudian berhasil berkembang dan mencapai kejayaannya adalah Sriwijaya. Kerajaan
Melayu juga sempat berkembang, dengan pusatnya di Jambi.
Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi
ke daerah sekitar Melayu. Melayu dapat ditaklukkan dan berada dibawah kekuasaan
Sriwijaya. Letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang
berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang
berpendapat di jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar Indonesia. Akan
tetapi, pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya
berlokasi di Palembang, di dekat pantai dann di tepi Sungai Musi. Ketika pusat
Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukan kemunduran, Sriwijaya berpindah
ke Jambi.
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting
adalah prasasti. Prasasti-prasasti itu di tulis dengan huruf pallawa. Bahasa
yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai
berikut.
Prasasti Kedudukan
Bukit
Prasasti Kedudukan Bukit ditemukan di tepi
Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M).
Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan
perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari
Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
Prasasti Talang
Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan disebelah barat
Kota Palembang di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684
M). Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra.
Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Prasasti Telaga
Batu
Prasasti telaga Batu ditemukan di Palembang.
Prasasti ini tidak berangka tahun. Isinya terutama tentang kutukan-kutukan yang
menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
Prasasti Kota
Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka,
berangka tahun 608 Saka (656 M). Isinya terutama permintaan kepada para dewa
untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud
jahat.
Prasasti Karang
Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi,
berangka tahun 608 Saka (686 M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur.
Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan
di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur. Di samping
prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah Sriwijaya
yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di
Sriwijaya.
Perkembangan
Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan
Sriwijaya antara lain:
a. Letak geografis dari Kota Palembang.
Palembang sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan
muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung
pelabuhan di Muara Sungai Musi. Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan
pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur
perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebalikya. Juga kondisi
sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya
yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat
serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat
berkembang sebagai negara maritim.
Perkembangan
Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada abad
ke-7. Pada awal perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang. Dalam
Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo telah ditulis sebutan Dapunta Hyang. Pada
abad ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha peluasan daerah.
Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara
lain sebagai berikut.
- Tulang-bawang yang terletak di daerah
Lampung.
- Daerah Kedah yang terletak di pantai barat
Semenanjung melayu. Daerah ini sangat penting artinya bagi usaha pengembangan
perdagangan dengan India. Menurut I-tsing, penaklukan Sriwijaya atas Kedah
berlangsung antara tahun 682-685 M.
- Pulau Bangka yang terletak dipertemuan jalan
perdagangan internasional, merupakan daerah yang sangat penting. Daerah ini
dapat dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan prasasti Kota Kapur.
Sriwijaya juga diceritakan berusaha menaklukkan Bhumi Java yang dimaksud adalah
Jawa, khususnya Jawa bagian barat.
- Daerah Jambi terletak di tepi Sungai batanghari.
Daerah ini memiliki kedudukan yang penting, terutama untuk memperlancar
perdagangan di pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun
686 M (Prasasti Karang Berahi).
- Tanah Genting Kra merupakan tanah genting
bagian utara Semenanjung Melayu. Kedudukan Tanah Genting Kra sangat penting.
Jarak antara pantai barat dan pantai timur di tanah genting sangat dekat,
sehingga para pedagang dari Cina berlabuh dahulu di pantai timur dan membongkar
barang dagangannya untuk diangkut dengan pedati ke pantai barat. Kemudian mereka
berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat diketahui
dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.
- Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut
berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan
Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah
Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa bagian tengah karna pantai Utara Jawa
bagian tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.
Sriwijaya terus melakukan peluasan daerah,
sehingga Sriwijaya menjadi kerajaan yang bersar. Untuk lebih memperkuat
pertahanannya, pada tahun 775 M dibangunlah sebuah pangkalan didaerah Ligor.
Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.
Raja yang terkenal dari Kerajaan Sriwijaya
adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad ke-9 M. Pada masa
pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan.
Balaputra dewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja
Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam
Prasasti Nalanda. Balaputradewa adalah seorang raja yang besar di Sriwijaya.
Raja Balaputradewa menjalani hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang saat
itu siperintah oleh Raja Dewapala Dewa.
Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada
Balaputradewa untuk pendirian sebuah asrama bagi para pelajar dan siswa yang
sedang belajar di Nalanda, yang dibiayai oleh Balaputradewa, sebagai "dharma".
Hal itu tercatat dengan baik dalam prasasti Nalanda, yang saat ini berada di
Universitas Nawa Nalanda, India. Bahkan bentuk asrama itu mempunyai kesamaan
arsitektur dengan candi muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat ini. Hal
tersebut menendakan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama
pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sansekerta bagi generasi mudanya.
Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya
adalah Sri Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu menjadi serangan
Raja Darmawangsa dari Jawa bagian Timur. Akan tetapi, serangan itu berhasil
digagalkan oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan
oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman. Pada masa pemerintahan
Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari
Colamandala. Pada masa itu, Sriwijaya terus mempertahankan kebesarnya.
Sejarah Kerajaan
Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan
Kediri ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di
Panjuan dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup
berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara
kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan
Samarawijaya, sehinga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa
raja-raja pengganti Panji Garasakan. tahun 1059 M yang memerintah adalah
Samaortsaha. akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan
Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil kerajaan Panjalu sebagai
rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri
dengan ibu kotanya di Daha.
Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja
Kediri Prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti penting, yakni Prasasti
Hantang atau Ngantang (1135M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M),
Prasasti Hantang membuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang, Hal itu
untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Janggala. Jayabaya telah berhasil
mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan.
Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya
sangat dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa
pemerintahan Jayabaya telah digubah Kitab baratayuda oleh Empu Sedah dan
kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh.
Perkambangan Politik, Sosial, dan Ekonomi
Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya,
kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus berlangsung. Baru pada tahun
1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya
kata-kata Panjalu jayati pada prasasti hantang. Setelah kerajaan stabil,
Jayabaya menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan kerajaan kediri menjadi teratur.
Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah pertanian dengan hasil
umumnya padi. Pelayaran dan perdagangan juga berkembang.
Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang
cukup tangguh. Armada laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di
Kediri telah ada Senopati Sarwajala (penglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya
yang pernah megakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran
dan Perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading,
kayu, cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakayat
menyerahkan barang atau sebagaian hasil buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta
diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai
dibawah lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur,
lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga
pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya bepakaian sutera,
memakai sepatu, dan perhiasan emas. rambutnya di sanggul ke atas. Kalau
berpergian, Raja naik gajah atau kereta yang dikelilingi oleh 500 sampai 700
prajurit.
Dibidang kebudayaan, yang menonjol adalah
perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di Kediri dikenal adanya wayang
panji.
Beberapa karya sastra yang terkenal, sebagai
berikut.
Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya,
untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan
Janggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan
Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada
zaman Raja Jayaswara. Isina mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi
Rukmini.
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja
Kameswari oleh Empu Darmaja. Isina menceritakan tentang sepasang suami istri
Smara dan Rati yang menggoda Dawa Dyiwa yang sedang bebrapa. Smara dan Rail kena
kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan
tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan
Permaisurinya.
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada
zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah
banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap
Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang terkhir di Kerajaan Kediri adalah
Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan
antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku
sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri.
Para brahmana kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang merupakan
penguasa di Tumapel. Pda tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana
menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
Sejarah Kerajaan
Kalingga
Ratu Sima adalah penguasa di kerajaan Kalingga.
Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin wanita tegas dan taat terhadap peraturan
itu. Kerajaan Kalingga atau Holing, diperkirakan terletak di jawa bagian tengah.
Nama Kalingga berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Seletan.
Menerut berita Cina, di ssebelah timur Kalingga pada Po-li(Bali sekarang), di
sebelah barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra). Sementara di sebelah utara
Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan perbatasan dengan
samudra. Oleh karna itu, lokasi Kerajaan Kalinnga diperkirakan terletak di
Kecamatan Klaing, Jepara, Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung
Maria.
Sumber utama mengenai Kerajaan Kalingga adalah
berita Cina, misalnya cerita dari Dinasti T'ang. Sumber lain adalah Prasasti Tuk
Mas di lereng Gunung Merbabu. Melalui berita Cina, banyak hal yang kita ketahui
tentang perkembangan Kerajaan Kalingga dan kehidupaan masyarakatnya. kerajaan
Kalingga berkembang kira-kira abad ke-7 sampai ke-9 M.
Pemerintahan dan
Kehidupan Masyrakat
Raja yang paling terkenal pada masa Kerajaan
Kalingga adalah seorang Raja wanita yang bernama Ratu Sima. IIa memerintah
sekitar tahun 674 M. Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan sangat
bijaksana. Kukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh
terhadap semua peraturan yang berlaku. Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu
Sima pernah mencobanya, dengan meletakan pudi-pundi ditengah jalan. ternyata
sampai waktu yang lama tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu.
Akan tetapi, pada suatu hari ada anggota
keluarga istana yang sedang jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan
kakinya. Hal ini diketahui Ratu Sima. Anggota keluarga istana itu dinilai salah
dan harus diberi hukuman mati. Akan tetapi atas usul persidangan para menteri,
hukuman itu diperingan dengan hukuman potong kaki. Kisah ini menunjukan, begitu
tegas dan adilnya ratu Sima. Ia tidak membedakan antara rakyat dan anggota
kerabatnya sendiri.
Agama
Agama utama yang dianut oleh penduduk Kalingga
pada umumnya adalah Buddha. Agama Buddha berkembang peasat. Bahkan pendeta Cina
yang bernama Hwi-ning datang di Kalingga dan tanggal selama tiga tahun. Selama
di Klaingga, menerjemhkan kitab suci Agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina.
Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta
bernama janabadra.
Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat
hidup teratur, aman, dan tentram. Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah
bertani, karna wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Dii samping itu, penduduk
juga melakukan perdagangan.
Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran
kemungkina akibat serangan Sriwijaya yang mengguasai perdagangan. Serangan
tersebut mengakibatkan pemerintah Kijen menyingkir ke Jawa bagian Timur atau
mudur ke pedalaman Jawa bagian Tengah antara tahun 742-755 M.
Sejarah Kerajaan
Kota Kapur
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan
di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh satu petunjuk tentang
kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelu
munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan
arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan Candi Hindu (waisnawa) terbuat dari
batu bersama dengan arca-arca batu, diantaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya
seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan du Lembah Makhing, Semenanjung Malaka,
dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7
masehi.
Sebelumnya disitus Kota Kapur selain telah
ditemukan sebauh inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608
Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain
diantaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari
peninggalan-peninggalan arkiologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka
pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara
di Jawa Barat.
Benteng
Pertahanan
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur
ini adalah meninggalkan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah
tanggul sejajar terbuat dari tumbuhan tanah, masing-masing panjangnya sekitar
350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. peninggalan dari
tanggul benteng ini menunjukan masa antara tahun 530 M sampai 870
M.
Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun
sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam
menghadapi ekspedisi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.
penguasa Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya
inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi),
yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya.
Penguasa Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini
agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari
jalur pelayaran niaga di Asia tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau
Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Bangka.
Cukup sekian tentang artikel saya, semoga bermanfaat. TERIMA KASIH.